Thursday, January 1, 2009

Premium+Additive = Power Oke?

OTOMOTIFNET - Selain dapat menghemat pe­makaian bahan bakar de­ngan cara memperbaiki kualitas premium, klaim lainnya da­lam pemakaian additive adalah bisa meningkatkan tenaga.

“Kalau memang kualitas bahan bakarnya yang diperbaiki, maka peningkatan tenaga bisa dicapai. Namun itu juga enggak terlalu besar,” ujar Malik, mekanik tim balap Yamaha Tunggal Jaya yang buka bengkel di kawasan Pondok Kopi, Jaktim.

Lo kok masih pakai kalau, jadi penasaran. Ini gosip atau fakta ya? Daripada hanya dipendam dalam hati, yuk kita uji. Alat peraganya Suzuki Shogun keluaran 2008, dalam kondisi standar. Untuk pengetesan performa, dipakai dynotest milik Bintang Racing Tim di Cibinong, Jabar.

Setelah dites dalam kondisi standar, bahan bakar Shogun dicampur salah satu additive yang berbahan nabati yakni Autobless dalam ukuran botol 20 ml. Komposisi campuran antara additive yang banderolnya Rp 25 ribu dengan premium adalah 1 ml : 4 liter. Setelah memakai premium bercampur Autobless selama 3 hari (menempuh jarak lebih kurang 250 km), Shogun dinaikkan lagi ke alat dynotest.

Dari hasil treatment di ruang bakar oleh Autobless, tenyata ada penambahan tenaga. Bila saat Shogun standar tenaganya hanya mampu menggapai 7,53 dk/7.700 rpm, maka setelah pakai premium campur additive powernya bertambah jadi 8,20 dk/7.600 rpm. Ini sama dengan kenaikan tenaga 8,36%

“Itu juga pada torsi, dari standarnya yang 8,41 Nm/4.400 rpm jadi bertambah 9,01 Nm/4.000 rpm,” ujar Suar, staff BRT yang menemani uji coba kali ini

Kesimpulan
Pemakaian additive yang di­campur dalam Premium, ternyata memang bisa membuat kualitas bahan bakar tersebut jadi lebih baik. Sebagai bukti tenaga Shogun jadi bertambah 0,63 dk dari standarnya yang 7,53 dk. Pencapaian tenaga maksimalnya juga lebih cepat (standar di 7.700 rpm sedangkan plus additive di 7.600 rpm. Koreksi 0,6 Nm jadi lebih bagus juga terjadi pada torsi mesin Shogun standar.

Pattern ban

Salah Kaprah Ban Hujan

OTOMOTIFNET - Musim hujan banyak yang kalang kabut melacak ban yang bagus melibas air. Akhirnya banyak yang salah kaprah dan buang duit untuk beli ban basah. “Padahal produsen ban nasional bikin ban sudah menyesuaikan kondisi jalan dan iklim Indonesia,” tegas Yulfahmi, bos departemen Technical Production PT Gajah Tunggal (GT)-produsen IRC.

“Biasanya saat memproduksi sudah diperhitungkan, ban yang dikeluarkan harus bisa dipakai saat kondisi jalan basah atau kering. Apalagi ban yang kami produksi dipakai untuk motor standar pabrikan motor,” jelas Yulfahmi.

Lalu, ban seperti apa yang kira-kira cocok untuk kondisi jalan basah. Jawabnya jelas, semua ban yang mempunyai alur coakan alias pattern groove cocok untuk melindas jalan basah. “Sebab groove tadi sebagai jalur air. Fungsinya memecah genangan air sehingga bagian yang menonjol bisa mencengkram aspal,” lanjut pria berkacamata ini.

Yang penting, mana yang terbaik bisa membuang air. Sekali lagi Yulfahmi menegaskan, sebetulnya yang paling bagus ban orisinil bawaan motor. “Sebab sudah diperhitungkan dengan berat dan power motor. Baik diameter mau pun lebar tapak sudah disesuaikan kebutuhan,” terang pria akrab disapa Yul itu.

Pertanyaannya, mana lebih baik, ban dengan banyak coakan alias groove rapat, atau tidak? Secara teknis, makin banyak coakan, ban kian cepat membuang air. Namun, risikonya, bagian permukaan ban yang menempel ke aspal pun jadi berkurang. Akibatnya cengkraman ke jalan tidak maksimal.
“Sebenarnya sulit dihitung secara matematis. Misalnya, berapa persen yang permukaan coakan dibanding yang rata, tidak menentukan mana yang lebih menggigit di jalan tergenang air. Tapi jelas, di jalan yang lebih banyak genangan airnya, butuh ban yang lebih rapat groove-nya,” papar Yul.
Kesimpulannya, selama ban masih punya coakan untuk membuang air, bisa dipakai di jalan basah.

RISIKO GROOVE RAPAT DAN RENGGANG

Makin rapat groove makin baik membuang air di jalan tergenang. Sebaliknya, yang renggang telat memecah genangan air. Tapi, coakan rapat atau renggang juga berisiko. “Ini menyangkut umur ban,” ungkap Yulfahmi.
Jika groove rapat, permukaan ban yang bersinggungan dengan aspal semakin sedikit. Artinya, beban yang ditanggung jadi lebih berat. Akibatnya gesekan akan lebih cepat menggerus kompon ban. Umur ban jadi lebih singkat.

COAKAN HINGGA PINGGIR

Masih ada lagi debat soal coakan di bibir ban. Ada ban yang punya pattern sampai bibir, ada juga yang tidak. Tapi jangan menghakimi ban yang tidak ‘dicoak’ sampai bibirnya tidak bagus.
Semua sudah dianalisa saat didesain. Terutama kemampuan sudut kemiringan ban. “Biasanya, meski miring saat manuver, tidak sampai habis sisi bibir ban. Masih tersisa sekitar 1 centimeter. Nah, biasanya sampai jarak itu produsen membuat coakan,” jelas Willianto Husada, dari produsen ban Indo Tire.